Monday, January 23, 2012

Mengapa thetrekkers.com mengembangkan toilet portable ?

Kami belajar banyak dari kamp pengungsi merapi 2010 kemaren. dimana para ibu mengurangi makannya karena takut eok dipagi hari, karena kalo eok tak ada fasilitas sanitasinya ...nah kalau mereka kurang makannya maka lebih mudah terserang penyakit... jadi rantai sebab akibatnya menjadi panjang jika tidak ada sarana sanitasi di kamp pengungsian

Kami melihat bahwa peralatan bencana seperti bak penampung air, sanitasi dan lain sebagainya biasanya import, padahal indonesia sendiri sudah bisa membuatnya. Kami belajar membuat tangki air untuk penyedia sarana air bersih untuk pengungsi sejak penanganan bencana merapi 2006 di Cangkringan Sleman, jadi 5 tahun kami hanya sebagai pengamat saja dan terus mencari informasi bagaimana mendapatkan bahan dan bagaimana cara membuatnya. Alhamdulillah di akhir tahun 2011 kami sudah mulai bisa memproduksi sendiri sarana penyediaan air bersih untuk kamp pengungsi dan sarana sanitasinya.

Kami masih belajard an terus kami perbaik secara terus menerus baik kualitas maupun jenis produk peralatan bencana tersebut

Ternyata urusan ke "belakang" ini bisa jadi ribet dan panjang mata rantai sebab akibatnya, oleh sebab itulah kami memutuskan menginformasikan dan mengembangkan wc portable yang bisa menyelesaikan banyak masalah ini

Sunday, January 22, 2012

Tenda Toilet untuk pengungsi merapi 2010 bantuan IOF

Tenda Toilet untuk pengungsi merapi 2010 bantuan IOF



toilet WC mobile trailer

toilet WC mobile trailer



Toilet WC Standar TNI single

Toilet WC Standar TNI single



Aneka mobile wc di seputaran Monas

Aneka mobile wc di seputaran Monas







toilet wc mobile mewah di Monas

toilet wc mobile mewah di Monas





tenda toilet standar tni

tenda toilet standar tni







wc toliet mobile kimpraswil Yogyakarta

wc toliet mobile kimpraswil Yogyakarta







tenda wc toilet buatan kimpraswil

tenda wc toilet buatan kimpraswil













WC Toliet Tenda merek ROFI

WC Toliet Tenda merek ROFI





Toliet wc umum untuk perhelatan masal di Sanur Bali

Toliet wc umum untuk perhelatan masal di Sanur Bali











Toilet WC Portable di lokasi pengungsi Merapi di kelurahan Sarihardjo

Beginilah kondisi toilet WC Portable di lokasi pengungsi Merapi di kelurahan Sarihardjo ketika gunung Merapi Meletus Oktober 2010 yang lalu. Toilet ini bisa dibongkar pasang dengan cepat dan yang terpenting adalah toilet ini bukan wc cubluk karena ada unit pengolahan limbah yang berada persis dibawah dudukan WC









Wednesday, January 4, 2012

Standart Sanitasi dalam daerah bencana

Bencana selalu menimbulkan permasalahan. Salah satunya bidang kesehatan. Timbulnya masalah ini berawal dari kurangnya air bersih yang berakibat pada buruknya kebersihan diri dan sanitasi lingkungan. Akibatnya berbagai jenis penyakit menular muncul.

Penanggulangan masalah kesehatan merupakan kegiatan yang harus segera diberikan baik saat terjadi dan pasca bencana disertai pengungsian.

Saat ini sudah ada standar minimal dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana dan penganan pengungsi. Standar ini mengacu pada standar internasional. Kendati begitu di lapangan, para pelaksana tetap diberi keleluasaan untuk melakukan penyesuaian sesuai kondisi keadaan di lapangan.

Beberapa standar minimal yang harus dipenuhi dalam menangani korban bencana khususnya di pengungsian dalam hal lingkungan adalah:

A. Pengadaan Air.
Dalam situasi bencana mungkin saja air untuk keperluan minumpun tidak cukup, dan dalam hal ini pengadaan air yang layak dikunsumsi menjadi paling mendesak. Namun biasanya problema–problema kesehatan yang berkaitan dengan air muncul akibat kurangnya persediaan dan akibat kondisi air yang sudah tercemar sampai tingkat tertentu.

Tolok ukur :
Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikit–dikitnya 15 liter per orang per hari
Volume aliran air ditiap sumber sedikitnya 0,125 liter perdetik.
Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter
1 (satu) kran air untuk 80 – 100 orang

B. Kualitas air
Air di sumber–sumber harus layak diminum dan cukup volumenya untuk keperluan keperluan dasar (minum, memasak, menjaga kebersihan pribadi dan rumah tangga) tanpa menyebabakan timbulnya risiko–risiko besar terhadap kesehatan akibat penyakit–penyakit maupun pencemaran kimiawi atu radiologis dari penggunaan jangka pendek.

Tolok ukur :
Di sumber air yang tidak terdisinvektan (belum bebas kuman), kandungan bakteri dari pencemaran kotoran manusia tidak lebih dari 10 coliform per 100 mili liter
Hasil penelitian kebersihan menunjukkan bahwa resiko pencemaran semacam itu sangat rendah.
Untuk air yang disalurkan melalui pipa–pipa kepada penduduk yang jumlahnya lebih dari 10.000 orang, atau bagi semua pasokan air pada waktu ada resiko atau sudah ada kejadian perjangkitan penyakit diare, air harus didisinfektan lebih dahulu sebelum digunakan sehingga mencapai standar yang bias diterima (yakni residu klorin pada kran air 0,2–0,5 miligram perliter dan kejenuhan dibawah 5 NTU)
Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa diminum
Tidak terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan pengguna air, akibat pencemaran kimiawi atau radiologis dari pemakaian jangka pendek, atau dari pemakain air dari sumbernya dalam jangka waktu yang telah direncanakan, menurut penelitian yang juga meliputi penelitian tentang kadar endapan bahan–bahan kimiawi yang digunakan untuk mengetes air itu sendiri. Sedangkan menurut penilaian situasi nampak tidak ada peluang yang cukup besar untuk terjadinya masalah kesehatan akibat konsumsi air itu.

C. Prasarana dan Perlengkapan
Tolok ukur :
Setiap keluarga mempunyai dua alat pengambil air yang berkapasitas 10–20 liter, dan tempat penyimpan air berkapasitas 20 liter. Alat–alat ini sebaiknya berbentuk wadah yang berleher sempit dan/bertutup
Setiap orang mendapat sabun ukuran 250 gram per bulan.
Bila kamar mandi umum harus disediakan, maka prasarana ini harus cukup banyak untuk semua orang yang mandi secara teratur setiap hari pada jam–jam tertentu. Pisahkan petak–petak untuk perempuan dari yang untuk laki–laki.
Bila harus ada prasarana pencucian pakaian dan peralatan rumah tangga untuk umum, satu bak air paling banyak dipakai oleh 100 orang.

D. Pembuangan Kotoran Manusia
Jumlah Jamban dan Akses
Masyarakat korban bencana harus memiliki jumlah jamban yang cukup dan jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka, supaya bisa diakses secara mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun malam

Tolok ukur :
Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang
Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut pembedaan jenis kelamin (misalnya jamban persekian KK atau jamban laki–laki dan jamban perempuan)
Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak di kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam perjalanan ke jamban hanya memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki.
Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik–titik pembagian sembako, pusat – pusat layanan kesehatan dsb.
Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang–kurangnya berjarak 30 meter dari sumber air bawah tanah. Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air tanah. Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber air mana pun, baik sumur maupun mata air, suangai, dan sebagainya
1 (satu) Latrin/jaga untuk 6–10 orang

E. Pengelolaan Limbah Padat
Pengumpulan dan Pembuangan Limbah Padat

Masyarakat harus memiliki lingkungan yang cukup bebas dari pencemaran akibat limbah padat, termasuk limbah medis.
Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman atau dikubur di sana sebelum sempat menimbulkan ancaman bagi kesehatan.
Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau berbahaya (jarum suntik bekas pakai, perban–perban kotor, obat–obatan kadaluarsa,dsb) di daerah pemukiman atau tempat–tempat umum.
Dalam batas–batas lokasi setiap pusat pelayanan kesehatan, terdapat tempat pembakaran limbah padat yang dirancang, dibangun, dan dioperasikan secara benar dan aman, dengan lubang abu yang dalam.
Terdapat lubang–lubang sampah, keranjang/tong sampah, atau tempat–tempat khusus untukmembuang sampah di pasar–pasar dan pejagalan, dengan system pengumpulan sampah secara harian.
Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada dilokasi tertentu sedemikian rupa sehingga problema–problema kesehatan dan lingkungan hidup dapat terhindarkan.
2 (dua) drum sampah untuk 80 – 100 orang

F. Tempat/Lubang Sampah Padat
Masyarakat memiliki cara – cara untuk membuang limbah rumah tangga sehari–hari secara nyaman dan efektif.

Tolok ukur :
Tidak ada satupun rumah/barak yang letaknya lebih dari 15 meter dari sebuah bak sampah atau lubang sampah keluarga, atau lebih dari 100 meter jaraknya dar lubang sampah umum.
Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter per 10 keluarga bila limbah rumah tangga sehari–hari tidak dikubur ditempat.

G. Pengelolaan Limbah Cair
Sistem pengeringan
Masyarakat memiliki lingkungan hidup sehari–hari yang cukup bebas dari risiko pengikisan tanah dan genangan air, termasuk air hujan, air luapan dari sumber–sumber, limbah cair rumah tangga, dan limbah cair dari prasarana–prasarana medis.
Hal–hal berikut dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat keberhasilan pengelolaan limbah cair :
Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titik–titik pengambilan/sumber air untuk keperluan sehari–hari, didalam maupun di sekitar tempat pemukiman
Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui saluran pembuangan air.
Tempat tinggal, jalan – jalan setapak, serta prasana – prasana pengadaan air dan sanitasi tidak tergenang air, juga tidak terkikis oleh air.
(Sumber: Kepmenkes No. 1357 /Menkes/SK/XII/2001)


Sumber : Standart Sanitasi dalam daerah bencana ~ Home Design Ideas http://kibagus-homedesign.blogspot.com/2009/12/standart-sanitasi-dalam-daerah-bencana.html

Hari Toilet sedunia

Setiap 19 November dunia memperingati Hari Toilet sedunia.

Peringatan yang diprakarsai oleh World Toilet Organization (WTO) yang berbasis di Singapura bertujuan untuk mengampanyekan pentingnya sanitasi dan diangkat menjadi isu global.

Sebegitu pentingkah peringatan ini? Berdasarkan release yang dikeluarkan oleh WTO, setiap tahun ada 200 juta ton kotoran manusia tak terbuang pada tempat yang sesuai karena kurangnya toilet. Dampaknya adalah lingkungan tercemar dan jutaan orang terancam penyakit.

"19 November merupakan merupakan Hari Toilet se-Dunia. Hari di mana kita bisa mengingatkan akan pentingnya sanitasi yang lebih baik pada setiap orang," demikian bunyi pernyataan WTO bertepatan dengan peringatan tersebut.

Berdasarkan data Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), saat ini sebanyak 2,6 miliar orang tidak memiliki akses untuk mendapatkan toilet yang layak—tidak mencemari air atau tanah. Angka ini mencakup 40 persen populasi dunia. Setengah dari jumlah tersebut hidup di India dan China.
Tak heran, bila para pakar sanitasi yang berkumpul di New Delhi, India pada awal November lalu menyimpulkan dunia membutuhkan 100 ribu toilet baru setiap hari hingga 2015 mendatang guna mengurangi jumlah orang yang tidak memiliki sanitasi dasar. Adapun biayanya, menurut pakar sanitasi Swedia, mencapai US$ 3,8 miliar per tahun.


Kondisi Indonesia tak terlalu berbeda. Sebanyak 30 persen penduduk Indonesia saat ini masih melakukan kegiatan buang air besar sembarangan (BABS), baik langsung maupun tidak langsung. Sebanyak 18,1 persen di antaranya ada di wilayah perkotaan.

Data pemerintah tahun 2007 menyebutkan, penduduk yang memiliki akses terhadap prasarana sarana sanitasi setempat (on-site) yang aman dengan menggunakan tangki septik baru sekitar 71,06 persen untuk di perkotaan, sedangkan di perdesaan baru sekitar 32,47 persen. Anggaran dituding sebagai penyebabnya. Alokasi APBN/APBD sangat kecil yakni rata-rata kurang dari satu persen. Idealnya, anggaran di sektor sanitasi minimal Rp 47 ribu per kapita per tahun. Kenyataannya selama kurun waktu 30 tahun yakni sejak tahun 1974-2004 hanya berjumlah Rp 200 per kapita per tahun.

Dampak BABS ini sudah dapat diduga. Sebanyak 53 sungai di Jawa, Sumatra, Bali dan Sulawesi, 73,3 persen tercemar berat oleh bahan organik dan 11 sungai utama tercemar berat oleh zat amonium. Selain itu, terjadi berbagai dampak lainnya, seperti, genangan di pemukiman dan wilayah strategis di perkotaan menjadi semakin sering terjadi.

Kondisi tersebut diperburuk dengan pola hujan yang tidak teratur sehingga terjadi berbagai kasus kejadian luar biasa (KLB) di beberapa daerah seperti KLB diare, muntaber dan lainnya. Lingkungan juga terdegradasi. Berdasarkan studi tahun 2007, potensi kerugian ekonomi akibat sanitasi buruk ini mencapai Rp 58 triliun per tahun.

Kondisi buruk ini tidak lepas dari kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pola hidup sehat. Kebijakan pemerintah—termasuk legislative—yang tidak menganggap pembangunan sektor ini sebagai prioritas kian memperburuk kondisi tersebut.

Tak dimungkiri, banyak pihak kurang menyadari betapa sanitasi mempunyai andil dalam pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing kota. Selama ini sanitasi dianggap hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar semata. Banyak kota tak memiliki rencana strategis dan master plan sanitasi. Padahal potensi keuntungan bila sanitasi teratasi, luar biasa.

Kondisi itu mulai disadari oleh pemerintah, meski tetap masih belum menjadi prioritas pembangunan ke depan. Paling tidak pemerintah kini memiliki terobosan dalam pembangunan sanitasi dengan program percepatan pembangunan sanitasi perkotaan (PPSP) tahun 2010-2014. Kegiatan tersebut dimulai dengan memunculkan prinsip bahwa sanitasi urusan bersama yang di dalamnya terdiri dari pemerintah baik pusat, provinsi, kota/kabupaten, swasta lembaga donor serta masyarakat umum.

sumber : http://www.sanitasi.or.id


Sumber : Hari Toilet Sedunia ~ Home Design Ideas http://kibagus-homedesign.blogspot.com/2009/12/hari-toilet-sedunia.html#ixzz1lPnSD27z